Minggu, 01 Januari 2012

PENGENDALIAN MUTU PROSES PEMBUATAN ABON LELE DI IRT KARMINA


Abon merupakan makanan kering yang terbuat dari daging cincang yang telah dihaluskan, didihkan dan kemudian digoreng. Pembuatan abon menjadi alternatif pengolahan ikan dalam rangka penganekaragaman produk perikanan dan mengantisipasi melimpahnya tangkapan ikan di masa panen. Keungulan abon ikan terdapat pada bahan bakunya yaitu ikan lele, dibandingkan dengan produk hewani lainya ikan lele kaya akan leusin dan lisin. Untuk menjaga mutu dan qualitas abon perlu dilakukan proses pengendalian mutu (Quality Control) pada setiap tahapan proses pengolahan, mulai dari bahan baku sanpai produk akhir. Pelaksanaan praktek Quality Control ini dilakukan untuk mengetahui proses pembuatan abon dan pengendalian mutu proses pembuatan abon dari bahan baku, proses produksi, dan produk akhirnya. Selain itu, membuat konsep pengendalian mutu dan konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang dapat diterapkan pada IRT KARMINA pada pembuatan abon. Pelaksanaan praktek Quality Contol ini menggunakan metode pengamatan secara langsung mengenai proses pembuatan abon di IRT KARMINA dan melakukan analisis uji produk akhir yang dibandingkan dengan parameter mutu menurut SNI 01-3707-1995tentang persyaratan mutu abon. Parameter analisis uji yang digunakan adalah kadar air, kadar abu, kadar lemak, serat kasar, kadar protein, dan gula sukrosa. Hasil pelaksanaan praktek Quality Control menunjukkan bahwa proses pembuatan abon di awali dari proses penerimaan bahan baku yang meliputi ikanlele, dan bumbu-bumbu tambahan (rempah-rempah) dan gula. Selanjutnya penerimaan bahan baku, pembersihan, pemisahan daging dengan kepala, kulit, ekor, dan sirip. Pengendalian mutu yang diterapkan meliputi penetapan spesifikasi bahan baku yang digunakan, pengendalian setiap tahapan proses produksi, dan pengendalian penyimpanan produk akhir abon. Hasil analisis uji produk akhir abon menunjukkan kadar air (7,33), kadar abu (4,95),kadar lemak(28,35), serat kasar (2,44),kadar protein (20,67), gula sukrosa (30,97). Hasil ini menunjukan produk IRT Karmina mempunyai kualitas yang baik tersebut tidak mengalami penyimpangan terhadap parameter mutu SNI 01-3707-1995. Konsep HACCP yang dibuat untuk meminimalisasi timbulnya bahaya dan menjaga keamanan produk abon yang dihasilkan. Tahapan proses yang dianggap CCP dan perlu di adalah penerimaan bahan baku, pemisahan duri daging, pemasakan/pencampuran, dan pengemasan. Kata Kunci :AbonLele, Proses Pengolahan, HACCP, PengendalianMutu.

laporan pembuatan abon sapi


PENDAHUALUAN
Latar Belakang
Tingginya tingkat konsumsi produk olahan peternakan merupakan suatu peluang usaha tersendiri untuk dikembangkan. Bergesernya pola konsumsi masyarakat dalam mengkonsumsi produk olahan peternakan, terutama daging, dari mengkonsumsi daging segar menjadi produk olahan siap santap mendorong untuk dikembangkannya teknologi dalam hal pengolahan daging. Banyak cara yang dikembangkan untuk meningkatkan nilai guna dan daya simpan dari dari daging segar seperti diolah menjadi sosis, dendeng dan abon.
Abon merupakan salah satu cara pengolahan daging dengan cara disuwir-suwir dan digoreng. Seiiring dengan berkembangnya teknologi dalam pengolahan daging, daging disuwir-suwir tidak lagi mengunakan tangan tapi menggunakan food prosesor yang lebih efisien dalam hal penggunaan tenaga kerja. Abon adalah olahan daging yang mempunyai cita rasa yang khas karena menggunakan rempah-rempah pilihan sebagai bumbu penyedapnya. Abon dapat memiliki umur simpan yang lama tanpa merubah cita rasa dari abon itu sendiri.  Selain dibuat dari daging sapi dan daging kerbau, abon juga dapat dibuat dari ayam, kambing, domba bahkan dibeberapa tempat abon dibuat dari ikan.
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kualitas dan daya suka dari abon yang diolah menggunakan cara tradisional (daging disuwir-suwir mengguanakan tangan) dan dengan cara modern (menggunakan food prosesor untuk mensuwir-suwir daging).
TINJAUAN PUSTAKA
Abon Sapi
Abon adalah makanan yang terbuat dari daging yang disuwir atau telah dipisahkan seratnya, kemudian ditambah bumbu dan digoreng. Daging sapi dan daging kerbau adalah daging yang umum digunakan dalam pembuatan abon. Menurut Sumarsono et al., 2008, penggunaan kantong plastik yang ditutup rapat untuk mengemas abon dapat mempertahankan kualitas selama penyimpanan sehingga  abon dapat disimpan beberapa bulan dalam suhu kamar. Umur simpan abon sapi dapat mencapai lebih dari 60 hari dan memiliki rasa yang khas sehingga disukai konsumen (Perdana, 2009).
Proses pembuatan abon melalui proses penggorengan. Selama proses penggorengan terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan pangan yang digoreng maupun minyak gorengnya. Suhu penggorengan yang lebih tinggi dari pada suhu normal (168-1960C) maka akan menyebabkan degradasi minyak goreng yang berlangsung dengan cepat (antara lain penurunan titik asap). Proses penggorengan pada suhu tinggi dapat mempercepat proses oksidasi. Lemak pada daging dan pada abon sapi dapat menyebabkan terjadinya oksidasi. Hasil pemecahan ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas yang merupakan sumber bau tengik. Adanya antioksidan dalam lemak seperti vitamin E (tokoferol) dapat mengurangi kecepatan proses oksidasi lemak, tetapi dengan adanya prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga, besi, kobalt dan mangan) serta logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim lipoksidasi lemak akan dipercepat (Nazieb, 2009).
Bawang Merah
Bawang merah (Allium ceva var. ascalonicum) berfungsi sebagai aroma pada makanan. Senyawa yang menimbulkan aroma pada bawang merah adalah senyawa sulfur yang akan menimbulkan bau jika sel bawang merah mengalami kerusakan (Purnomo, 1997). Bawang merah menurut SNI 01-3159-1992 merupakan umbi lapis yang terdiri dari siung-siung bernas, utuh, segar dan bersih. Bawang merah berfungsi sebagai obat tradisional, karenan mengandung efek antiseptik dari senyawa alliin atau alisin yang akan diubah menjadi asam piruvat, ammonia dan allisin anti mikroba yang bersifat bakterisidia.
Garam
Fungsi garam dalam produk olahan daging adalah sebagai cita rasa, penghambat pertumbuhan mikroorganisme, menigkatkan daya mengikat air selama proses pemasakan, dan dapat mengurangi denaturasi mioglobin pada penambahan 2 g/100 g daging. Garam berfungsi untuk meningkatkan daya simpan, karena dapat menghambat pertumbuhan organism pembusuk. Penambahan garam pada produk kering sebaiknya tidak kurang dari 2%, karena konsentrasi garam yang kurang dari 1,8% akan menyebabkan rendahnya protein yang terlarut (Usmiati dan Priyanti, 2008). Poulanne et al.. (2001) menyatakan bahwa, pemberian garam dapat menjaga keamanan pangan secara mikrobiologi, selain itu garam merupakan bahan penting dalam pengolahan daging, memiliki kontribusi dalam daya ikat air, warna, ikatan lemak dan rasa.
Penambahan garam dapat meningkatkan ion-ion tembaga, mangan dan besi. Ion-ion tersebut berfungsi sebagai katalis dalam reaksi ketengikan. Senyawa-senyawa ketengikan yang terbentuk akan bereaksi dengan asam amino. Reaksi antara ketengikan dan asam amino disebabkan karena adanya ion-ion logam dalam Kristal garam yang dapat membentuk pirazin yang membentuk reaksi lanjutan antara asam amino tertentu dengan ketengikan.
Gula Merah
Fungsi gula dalam pembuatan abon adalah sebagai penambah cita rasa serta salah satu komponen pembentuk warna  coklat yang diinginkan pada hasil akhir produk abon sapi (Sianturi, 2000). Kandungan gula yang tinggi dapat berperan sebagai penghambat proses oksidasi dan ketengikan, salain itu penambahan gula kedalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi akan menurunkan kadar air yang tersedia untuk pertumbuhan miroorganosme dan aktivitas air (aw) dari bahan pangan (Winarno, 1994).
Ketumbar
Ketumbar (Coriandrum sativum linn) banyak digunakan untuk bumbu masak, dalam penggunaan ketumbar dilakukan penggerusan terlebih dahulu. Ketumbar dapat menimbulkan bau sedap dan rasa gurih, komponen lain dari ketumbar adalah 26% lemak, 17% protein, 10% pati, dan 20% gula (Purnomo, 1997).
Lengkuas
Lengkuas mengandung minyak atsiri , senyawa flavonoid, fenol dan trepenoid. Rimpang lengkuas mengandung zat-zat yang dapat menghambat enzim santin oksidase sehingga bersifat antitumor. Minyak atsiri ringpang lengkuas yang mengandung senyawa flavonoid, berfungsi sebagai antioksidan pada proses pembuatan makanan kering. Minyak atsiri pada rimpang lengkuas  dengan konsentrasi 100 ppm dan 1000 ppm aktif menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dengan diameter hambatan sebesar 7 mm dan 9 mm, sedangkan terhadap bakteri S. aureus hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada konsentrasi 1000 sebesar 7 mm.
MATERI DAN METODA
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan untuk membuat abon sapi diantaranya pisau, garpu, food prosesor, ulekan, nampan, panci, kompor, penggorengan, alat pemeras minyak, parutan, timbangan.
Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat abon sapi antara lain daging sapi 1 kg, santan 500 ml, gula merah 150 gram, serai 6 batang, ketumbar 10 gram, bawang putih 30 gram, bawang merah 20 gram, merica 8 gram, lengkuas parut 15 gram, daun salam 10 lembar, asam jawa 10 gram dan garam sebanyak 20 gram.
Cara Kerja
Daging direbus dengan menambahkan serai, daun salam dan garam sampai daging menjadi lunak dan mudah diremahkan. Untuk masing-masing metode pembuatan, menggunakan setengah dari berat daging yang sudah direbus. Setelah daging dingin selanjutnya daging diremahkan atau disuwir-suwir menggunakan tangan atau dengan menggunakan garpu untuk metode tradisional dan menggunakan food prosesor untuk metode modern. Haluskan semua bumbu, selanjutnya daging yang sudah disuwir-suwir ditambahkan bumbu, santan dan air kemudian dimasak sampai adonan menjadi seperti bubur. Setelah agar kering, adonan kemudian digoreng sampai berwarna kecoklatan. Untuk menghilangkan minyak, abon yang sudah digoreng diperas untuk menghilangkan minyak sisa penggorengan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Uji hedonik abon sapi
Sampel
Warna
Rasa
Tekstur
penampakan umum
abon tradisional
3,7
3,9
3,6
3,6
abon modern
3,4
3,4
3,5
3,5
Keterangan : 1. Sangat tidak suka
2.  Tidak suka
3.  Netral
4.  Suka
5.  Sangat suka
Tabel 2. Uji mutu hedonik abon sapi
Sampel
Rasa
tekstur
abon tradisional
3,4
2,9
abon modern
3,1
3,7
Keterangan : 1. Sangat manis/kasar
2. Manis/kasar
3. Agak manis/kasar
4. Tidak manis/kasar
5. Sangat tidak manis/kasar
Pembahasan
Berdasarkan dari hasil uji hedonik pada keudua buah jenis abon, ternyata abon yang dibuat dengan metode modern ternyata lebih disukai dari pada abon yang dibuat dengan metode modern. Tekstur abon tradisional yang cendrung lebih kasar dari pada abon modern ternyata lebih disukai. Hal ini dimungkinkan karena penggunaan food prosesor yang membuat serat dari daging terpisah seluruhnya. Warna abon sendiri lebih banyak dipengaruhi oleh seberapa banyak penggunaan gula dan lama penggorengan abon itu sendiri. Umumnya abon yang baik dicirikan dengan warna coklat kekuningan, sehingga abon yang berwarna selain itu kurang disukai.
Kecendrungan rasa abon yang lebih disukai adalah rasa manis yang terjadi akibat penambahan gula pada proses pemasakan. Karena bumbu yang digunakan sama, maka berdasarkan uji hedonik dan uji mutu hedonil tidak terlalu berbeda hasilnya. Penggunaan rempah-rempah dalam pembuatan abon dapat menigkatkan citarasa dari abon yang dibuat. Abon tradisional memiliki nilai yang lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan abon modern, hal ini mungkin disebabkan karena pada waktu pemasakan lebih banyak air yang ditambahkan untuk abon modern dari pada abon tradisional. Secara kenampakan umum, baik abon yang diproses secara modern ataupun secara tradisional bisa diterima oleh masyarakat. Hal ini dicerminkan dengan nilai yang diperoleh dari kedua buah jenis abon yang tidak terlalu signifikan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan pada abon yang dibuat secara tradisional dan modern dapat disimpulkan bahwa secara uji hedonik dan mutu hedonik abon yang dibuat secara tradisional memilki kecendrungan lebih disukai dibandingkan abon yang dibuat secara modern. Untuk pengusahaan pembuataan abon dalam skala besar perlu dipertimbangkan lagi penggunaan metode tradisional terkait dengan efektivitas penggunaan tenaga kerja dan biaya produksi
DAFTAR PUSTAKA
Sumarsono, J, dan H.A Sirajudin. 2008. Penentuan lama sentrifuge minyak abon daging sapi. Makalah Penunjang Seminar Nasional. Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Mataram.
Nazieb, A. 2009. Food Science and Technology. Universitas Negeri Surakartra, Surakarta.
Perdana, A. 2009. Proses Pembuatan Abon Sapi. http://perdanaangga.wordpress.com/2009/06/04proses-pembutan-abon-dan-nugget/ [10 November 2010].
Poulane, E. J., M.H. Rusunen and J. I. Vainionpaa.2001. Combined effects of NaCl and raw meat pH on water-holding in cooked sausage with and without added phosphate. Jurnal of Meat Science 58: 1-7.
Purnomo. 1997. Studi tentang stabilitas protein daging kering dan dendeng selam penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas peternakan. Universitas Brawijaya, Malang.
Sianturi, R. 2000. Kandungan gizi dan palatabilitas abon daging sapi dengan kacang tanah (Arachis hypogeal linn) sebagai bahan pencampur. Skripsi. Fakultas Peternakan.Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Usmiati , S, dan A. priyanti. 2008. Sifat fisikokimia dan palatabilitas bakso daging kerbau. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
Waturaka, F.Y. 2002. Komposisi kimia dan daya terima abon dari daging sapid an ayam petelur afkir pada cara pemasakan berbeda. Skripsi. FakultasPeternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Winarno, F.G. 1994. Kimia Pangan dan Gizi. P.T. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

USAHA PEMBUATAN ABON LELE


A. PENDAHULUAN

Abon merupakan salah satu produk olahan yang sudah dikenal oleh masyarakat luas dan umumnya abon diolah dari daging sapi. Selain daging sapi, ikan juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan abon. Abon ikan adalah produk olahan hasil perikanan yang dibuat dari daging ikan, melalui kombinasi dari proses penggilingan, penggorengan, pengeringan dengan cara menggoreng, serta penambahan bahan pembantu dan bahan penyedap terhadap daging ikan. Seperti halnya produk abon yang terbuat dari daging ternak, abon ikan cocok pula dikonsumsi sebagai pelengkap makan roti ataupun sebagai lauk-pauk.Salah satu jenis ikan yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan abon adalah ikan lele
( Tim Penyusun, 2008).


B. ANALISIS FAKTOR PRODUKSI PEMBUATAN ABON LELE

1. Bahan Baku


Bahan baku yang digunakan adalah ikan lele . Ikan lele mempunyai daging yang tebal, memiliki serat kasar dan tidak mengandung banyak duri. Ciri-ciri fisik yang harus dimiliki daging ikan lele yang bisa dijadikan bahan baku pembuatan abon ikan adalah dalam kondisi segar, warna dagingnya cerah, dagingnya terasa kenyal, dan tidak berbau busuk. Ikan lele dapat diternak sepanjang tahun, sehingga bahan baku dapat diperoleh dengan mudah. Harga ikan lele relatif lebih murah dibandingkan dengan harga ikan lainnya, yaitu Rp 11.000 per kilogram.

Proses pembelian bahan baku biasanya dilakukan dengan cara melakukan pemesanan terlebih dahulu dari sejumlah TPI, kemudian pemasok akan mengantarkan langsung bahan baku tersebut ke lokasi produksi dengan biaya pengiriman sepenuhnya ditanggung oleh pemasok. Sistem pembayaran bahan baku biasanya dengan sistem 50 % dibayar pada saat pasokan tiba dan 50 % lagi setelah produk abon ikan terjual. Sistem pembayaran bahan baku seperti ini bisa dilakukan karena sudah lamanya kerjasama yang dilakukan pihak produsen dengan para pemasoknya.

Seperti dalam proses pembuatan produk olahan makanan lainnya, dalam pembuatan abon ikan pun digunakan bahan-bahan pembantu (bumbu-bumbu). Fungsi bahan-bahan pembantu tersebut adalah sebagai penyedap rasa dan zat pengawet alami bagi produk abon ikan yang dihasilkan. Sejumlah bahan pembantu yang biasa digunakan dalam pembuatan abon adalah rempahrempah,
gula, garam dan penyedap rasa. Jenis rempah-rempah yang digunakan adalah bawang putih, ketumbar, lengkuas, sereh dan daun salam. Gula yang digunakan adalah gula pasir. Gula pasir dapat memberikan rasa lembut sehingga dapat mengurangi terjadinya pengerasan. Sementara garam yang digunakan sebagai bumbu adalah garam dapur. Di samping sebagai bumbu, garam dapur pun berfungsi sebagai bahan pengawet karena kemampuannya untuk
menarik air keluar dari jaringan. Bawang putih mempunyai aktivitas anti mikroba. Senyawa allicin dalam bawang putih berperan memberikan aroma khas, serta memiliki kemampuan merusak protein kuman penyakit sehingga kuman tersebut mati. Sementara itu, penyedap rasa berfungsi untuk menambah kenikmatan rasa abon ikan yang dihasilkan ( Tim Penyusun, 2008).

2. Tenaga Kerja (SDM)

Jenis teknologi yang digunakan dalam industri abon ikan umumnya sederhana dan sangat mudah penguasaannya. Oleh karena itu, industri ini tidak menuntut prasyarat tenaga kerja berpendidikan formal, tetapi lebih mengutamakan keterampilan khusus dalam pengolahan abon ikan. Kebutuhan tenaga kerja dengan spesifikasi tersebut bisa dipenuhi oleh pria atau wanita yang telah mengikuti pelatihan atau magang di unit usaha sejenis.

Tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi harus terjamin kebersihannya. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan mencuci tangan sebelum bekerja, menggunakan antiseptik kulit, dan menggunakan penutup kepala. Hal itu dilakukan agar produk terhindar dari kontaminasi pekerja.

3. Peralatan Produksi

Abon ikan lele dapat diproduksi dengan alat yang sederhana maupun dengan peralatan semi mekanik. Alat-alat sederhana yang bisa digunakan untuk pembuatan abon ikan adalah :
1. Panci Besar
Alat ini digunakan sebagai wadah dalam proses perebusan daging ikan.
2. Wajan dan sodet
Alat ini digunakan pada proses penggorengan abon ikan dan bawang merah.
3. Tungku
Alat ini digunakan sebagai tempat pembakaran kayu bakar selama proses perebusan daging ikan serta penggorengan abon ikan dan bawang merah.
4. Pisau
Alat ini digunakan untuk menyiangi dan memotong ikan, serta mengupas dan mengiris bawang.
5. Tampah
Alat ini digunakan sebagai tempat mencampur bumbu dengan daging ikan yang telah dicabik-cabik.
6. Garpu besar
Alat ini digunakan untuk mencabik dan menghaluskan abon yang telah digoreng dan direbus.
7. Baskom plastik besar
Alat ini digunakan sebagai wadah selama pencucian ikan.
8. Baskom plastik kecil
Alat ini digunakan sebagai tempat bumbu-bumbu yang akan dicampurkan.

9. Ember plastik
Alat ini digunakan sebagai wadah untuk membawa air untuk merebus daging ikan.
10. Saringan kelapa
Alat ini digunakan untuk menyaring santan kelapa.
11. Blong (kantong plastik besar).
Alat ini digunakan sebagai wadah tempat menyimpan sementara abon ikan sebelum dikemas dan dipasarkan.
12. Plastik kemasan (ukuran 100 g dan 250 g)
Digunakan untuk mengemas produk abon ikan siap jual.
13. Timbangan duduk
Alat ini digunakan untuk menimbang bahan-bahan pembantu dan abon ikan yang akan dikemas.
14. Ayakan (Tray)
Alat ini digunakan untuk meniriskan daging ikan yang telah direbus.
15. Lemari penyimpanan (Etalase).
Alat ini digunakan sebagai tempat menyimpan abon ikan yang telah dikemas
( Tim Penyusun, 2008).

4. Mesin Produksi

Sementara itu, sejumlah peralatan semi-mekanik yang biasa digunakan dalam proses pembuatan abon ikan, antara lain adalah :
1. Mesin pengepres
Mesin ini digunakan untuk membuang air dalam daging ikan yang telah direbus (pengepresan I), serta membuang minyak goreng dari bakal abon ikan yang telah digoreng (pengepresan II).
2. Mesin parutan
Mesin ini digunakan untuk memarut kelapa dan lengkuas.
3. Sealer (alat pengemas).
Alat ini digunakan dalam proses pengemasan produk abon ikan
( Tim Penyusun, 2008).
5. Modal

Pada usaha pembuatan abon ikan lele, modal digunakan untuk membeli bahan baku, alat-alat produksi, mesin-mesin produksi, pembiayaan proses produksi, serta pembayaran tenaga kerja. Besar kecilnya modal yang dibutuhkan tergantung pada banyak sedikitnya produksi yang dilakukan.

6. Lokasi Usaha

Tahap penting dalam memulai suatu usaha adalah pemilihan lokasi tempat usaha akan didirikan. Pertimbangan penetapan lokasi usaha didasarkan pada faktor  kedekatan letak dari sumber bahan baku, akses pasar terhadap produk yang dihasilkan, ketersediaan tenaga kerja, air bersih, sarana transportasi dan telekomunikasi. Lokasi usaha pengolahan produk ikan sebaiknya terdapat di daerah-daerah yang dekat kawasan-kawasan kerja pelabuhan perikanan, terutama Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Kondisi tersebut akan mempermudah proses penyediaan bahan baku ikan, mengingat sifat ikan yang mudah rusak, serta bias
mengurangi biaya transportasi dalam penyediaan bahan baku ( Tim Penyusun, 2008).


B. PROSES PRODUKSI

Proses produksi abon ikan lele relatif sederhana dan mudah dilakukan. Secara umum, proses produksi abon ikan, mulai dari tahap pengadaan bahan baku ikan sampai tahap pengemasan abon ikan lele, adalah sebagai berikut :
1. Pengadaan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan adalah ikan lele yang masih utuh dan segar, untuk selanjutnya dilakukan proses penyiangan.
2. Penyiangan Bahan baku
Pada proses penyiangan yaitu pemotongan ikan dan pencucian daging ikan, maka bagian kepala dan isi perut ikan dibuang. Daging ikan hasil tahap penyiangan sebaiknya direndan dalam air yang dicampur dengan air cuka. Kadar air cuka yang dipakai adalah ±2%. Ini dilakukan untuk membuat bau amis hilang.
3. Perebusan

Potongan ikan yang telah direndam dalam air cuka kemudian disusun ke dalam panci besar  dan direbus selama 30 – 60 menit. Proses perebusan akan dihentikan setelah daging ikan menjadi lunak. Selama proses perebusan tersebut juga ditambahkan daun salam dan garam rebus.
4. Pengepresan I
Ikan yang telah direbus kemudian dipres dengan mesin pengepres. Sebelum dipres, daging ikan tersebut sebaiknya ditiriskan terlebih dahulu sekitar 5 – 10 menit. Tahap pengepresan bertujuan untuk mengurangi kadar air pada daging ikan yang telah direbus. Makin sedikit kadar air yang dikandung dalam daging, maka akan makin baik pula serat-serat daging yang dihasilkan.
5. Pencabikan I
Setelah daging ikan dipres, kemudian dilakukan proses pencabikan sampai menjadi serat.-serat. Proses ini bisa dilakukan dengan tangan atau dengan mesin pencabik (giling).
6. Pemberian Bumbu dan Santan
Pada tahap ini, serat-serat daging hasil pencabikan ditambahkan bahan-bahan pembantu (bumbu-bumbu). Bumbu-bumbu yang ditambahkan terdiri dari : bawang putih, ketumbar, lengkuas yang telah diparut dengan mesin parutan, gula pasir, garam dapur dan santan kelapa.
7. Penggorengan
Setelah bumbu-bumbu tercampur secara merata dalam serat-serat daging ikan, kemudian dilakukan penggorengan ±60 menit. Selama proses penggorengan, secara terus menerus dilakukan pengadukan agar abon ikan yang dihasilkan matang secara merata dan bumbubumbu dapat meresap dengan baik. Tahap penggorengan ini akan dihentikan setelah seratserat daging yang digoreng sudah berwarna kuning kecoklatan.


8. Pengepresan II
Tahap produksi berikutnya adalah pengepresan kembali serat-serat daging ikan yang telah digoreng. Proses pengepresan tahap kedua ini bertujuan untuk mengurangi kadar minyak pasca proses penggorengan.
9. Pencabikan II
Setelah dipres, kemudian dilakukan pencabikan tahap kedua agar tidak terjadi penggumpalan. Proses pencabikan tahap kedua ini akan dihentikan setelah terbentuk produk akhir berupa abon ikan dengan tekstur yang seragam.
10. Pengemasan
Pada tahap akhir produksi dilakukan pengemasan abon ikan. Jika pengemasan tidak langsung dilakukan, maka produk abon ikan akan disimpan terlebih dahulu dalam kantung plastik besar (blong) di gudang penyimpanan, sebelum dilakukan pengemasan.





Komposisi gizi ikan lele tiap 100 gr dapat dilihat pada tabel berikut
Komposisi
Jumlah (%)
Kadar Protein
40,28
Kadar Lemak
11,18
Kadar  Abu
5,52
Kadar air
3,64
Karbohidrat
13,41
Sumber: Afrianto, dkk (2008)


C. ANALISIS SWOT USAHA ABON IKAN LELE

Analisis SWOT dilakukan untuk mengevalusi kekuatan dan kelemahan usaha pembuatan abon ikan. Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunies) dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats).

1. Kekuatan (strength)
Kekuatan dalam pengembangan usaha abon ikan lele antara lain bahan baku mudah diperoleh, yaitu dari TPI maupun dari peternak ikan lele. Jarak TPI yang dekat dengan rumah produksi meminimalisir biaya transportasi. Ketersediaan ikan lele dan sumber daya manusia merupakan salah satu faktor kekuatan pengembangan usaha pembuatan abon ikan lele. Introduksi teknologi yang relatif sederhana, mudah dipelajari dan diaplikasikan menjadikan usaha ini cocok dikelola dalam rangka pemberdayaan masyarakat sekitar.

2. Kelemahan (weakness)
Pengembangan usaha abon ikan ini terbentur pada keterbatasan modal, proses pengolahannya masih sederhana dan menggunakan alat semi manual. Tidak tersedianya alat pengemas otomatis menyebabkan biaya produksi dari segi packaging relatif cukup tinggi. Pemasaran termasuk kegiatan promosi dan managemen yang masih sederhana turut menjadi faktor kelemahan pengembangan usaha abon ikan ini.

3. Peluang (opportunies)
Peluang pengembangan usaha abon ikan lele ini antara lain tren konsumsi ikan yang cenderung meningkat

4. Ancaman (threats)
Ancaman dalam mengembangkan usaha abon ikan ini ialah harga bahan baku yang tidak stabil (fluktuatif) tergantung musim, daya beli masyarakat kurang baik, dan persaingan produk sejenis dengan kompetitor besar (Setyoningrum, dkk, 2008).

D. DAMPAK SOSIAL EKONOMI

Dengan adanya kegiatan pengolahan ikan lele menjadi abon ikan diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap keadaan ekonomi dan sosial masyarakat. Berdirinya industri pembuatan abon ikan secara langsung dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan membuka kesempatan berusaha bagi masyarakat. Industri pengolahan abon ikan lele ini diharapkan dapat menjadi pemicu berdirinya industri olahan ikan lainnya. Dengan demikian dapat menumbuhkan kegiatan ekonomi masyarakat dan akan berdampak positif pada peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat dan pembukaan lapangan pekerjaan.


E. PERBANDINGAN DENGAN USAHA YANG TELAH ADA

Pada umumnya, usaha ini sama dengan usaha pembuatan abon lele lainnya, dari segi bahan baku, peralatan, mesin yang digunakan, tenaga kerja, dan modal. Hal yang membedaka adalah kapasitas modal dan tenaga kerja pada usaha ini relatif lebih kecil karena produksi masih dilakukan dalam skala kecil. Kelebihan dari usaha ini adalah pekerja yang terlibat dalam proses produksi harus diperhatikan secara serius sanitasinya. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan mencuci tangan sebelum bekerja, menggunakan antiseptik kulit, dan menggunakan penutup kepala. Hal itu dilakukan agar produk terhindar dari kontaminasi pekerja.


DAFTAR PUSTAKA



Afrianto, E. dan Liviawaty, E. 2008. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. http://bisnisukm.com/pengawetan-dan-pengolahan-ikan.html. Diakses Pada Tanggal 01 November 2009.

Setiyoningrum, F., A. Chandra, dan A. Herminiati. 2008. Analaisis Biaya Pembuatan Abon Ikan Mayung (Arius thalassinus) di Desa Blanakan KabupatenSubang.http://lemlit.unila.ac.id/file/arsip%202009/SATEK%202008/VERSI%20PDF/bidang%207/VII-26-BELUM%20BAYAR.pdf. Diakses Pada Tanggal 01 November 2009.

Tim penyusun. 2008. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) Usaha Abon Ikan. http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/7E1B0EAA-A718-46AD-BB63-FDEAE5F80D53/16036/UsahaAbonIkan.pdf. Diakses Pada Tanggal 01 November 2009.